Report Abuse

Blog berisi kumpulan produk hukum Indonesia.

Tunjangan Profesi Guru akan Dihapus?


Isu penghapusan tunjangan profesi guru atau yang lebih sering disebut tunjangan sertifikasi kembali merebak. Berbagai wacana dan berita mengenai akan dihapusnya tunjangan bagi guru yang memiliki sertifikat pendidik ini sebenarnya sudah berjalan sejak tahun 2014 lalu.

Dari situs PGRI misalnya melansir bahwa Tunjangan profesi yang diperoleh guru berstatus pegawai negri sipil setelah lulus proses sertifikasi akan dihapuskan. Hal itu merupakan konsekuensi dari system penggajian tunggal yang hendak diterapkan pemerintah untuk semua PNS , termasuk guru , pada 2015. Kaitannya dengan system penggajian tunggal yang disusun Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi terdapat komponen gaji , tunjangan kinerja , dan tunjangan kemahalan. System baru itu diharapkan meningkatkan kualitas kinerja PNS yang berjumlah sekitar 4,6 juta orang , termasuk guru PNS yang berjumlah sekitar 1,7 orang.

Kemudian muncul lagi berita dari Dirjen GTK Sumarna Suryapranata bahwa penghapusan TPG sah dilakukan mengingat dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) disebutkan bahwa besaran gaji PNS tergantung pada kinerja. ”Ke depan, tunjangan harus disesuaikan dengan tiga komponen uji yang akan dilakukan Kemendikbud, yakni penilaian kinerja guru (PKG), uji kompetensi guru (UKG), dan prestasi siswa,” ujarnya.
Sumarna Suryapranata
Pranata menambahkan, reformasi tunjangan guru akan dimulai tahun ini dengan penerapan UKG pada 9 November- 27 November. Selain itu akan dilaksanakan pula penilaian kinerja guru untuk memastikan kualitas dan transparansi evaluasi kinerja mereka. Dua hal itu akan menjadi menu pada pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB). ”Jadi rapor guru nantinya harus terdiri atas PKG, UKG, dan prestasi belajar. Adanya PKB ini merupakan terobosan baru pelatihan guru,” ujarnya.

Sementara itu Hafid Abbas, Guru besar FakultasI lmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta, menilai sertifikasi guru melalui portofolio dan pelatihan 90 jam tak lebih dari formalitas belaka. Guru tidak dilatih, melainkan hanya diberi sertifikat secara cuma-cuma. Hafid mendukung revisi sertifikasi guru karena tidak memberi dampak perbaikan atas mutu pendidikan nasional.

Padahal penyelenggaraannya telah menguras 2/3 dari total anggaran pendidikan yang mencapai 20% APBN. ”Pada 2010 biaya sertifikasi mencapai Rp110 triliun. Namun Bank Dunia memublikasi guru yang sudah sertifikasi dan yang belum ternyata menunjukkan prestasi yang relatif sama,” tuturnya.

Hafid menegaskan, ada tiga implikasi dari program sertifikasi yang mesti dibenahi. Pertama, Kemendikbud harus menghilangkan pola formalitas penyelenggaraan program sertifikasi guru. Kedua, kaitkan sertifikasi dengan pembenahan mekanisme pengadaan dan perekrutan calon guru di perguruan tinggi. Ketiga, sertifikasi guru harus diselenggarakan berbasis kelas.
Selama ini mereka yang mengikuti pelatihan tidak dirancang untuk mengamati kompetensinya mengajar di kelas. ”Akibatnya sertifikasi guru tidak berdampak pada peningkatan mutu,” urainya.

Nah kita tunggu saja ke depan bagaimana kelanjutan kabar penghapusan tunjangan sertifikasi ini. Semoga enggak ya....

Related Posts