Hal tersebut diungkapkan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud Sumarna Surapranata., PhD. saat menjadi pembicara utama dalam seminar nasional bertajuk Guru Pembelajar Abad 21 yang diselenggarakan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Seni dan Budaya (PPPPTK SB) Yogyakarta di di auditorium PPPPTK SB
Lebih lanjut Sumarna Surapranata menyatakan, sebagai salah satu program unggulan yang sedang dijalankan oleh Kemendikbud yaitu Guru Pembelajar yang bertujuan meningkatkan kompetensi guru, namun demikian ada perubahan paradigma dalam memahami program ini yakni guru dipandang dan didorong untuk berperan lebih aktif dalam upaya peningkatan kompetensinya.
Ada 3 program yang menjadi keunggulan Kemendikbud untuk meningkatkan kompetensi guru, di antaranya mengubah paradigma dari Diklat menjadi Guru Pembelajar. Kalau masih dengan sistem Diklat, guru bisa mengatakan saya belum didiklat. Tapi kalau guru pembelajar, tidak ada guru yang akan mengatakan saya belum belajar. Ini mengubah paradigma dari kebiasaan menerima menjadi aktif, ujarnya.
Metode yang digunakan untuk Guru Pembelajar ini ada tiga. Pertama, menggunakan metode online atau daring (dalam jaringan, red). Kedua, metode tatap muka karena memang ada daerah-daerah tertentu yang tidak memungkinkan menggunakan metode daring karena akses teknologi belum memadai. Ketiga, metode kombinasi yakni memadukan metode daring dan tatap muka.
Untuk bisa melaksanakan program itu, saat ini kita tumbuhkan kelompok kerja. Yang jelas, motivasi belajar bukan dari pemerintah maupun pemerintah daerah, tapi dari guru itu sendiri. Pemerintah hanya sebagai regulator dan guru sebagai ujung tombaknya, tandas Sumarna.
Sumarna pun menyoroti peningkatan kesejahteraan guru dalam 10 tahun terakhir yang tidak disertai peningkatan kompetensi. Ini terutama disebabkan faktor raw input-nya yang kurang baik. Mengingat guru saat ini sebenarnya merupakan produk lama. Dimana mereka memilih menjadi guru saat profesi guru belum favorit dan bahkan menjadi pilihan terakhir.
Dulu profesi guru masih dipandang sebelah mata dan menjadi pilihan terakhir. Sehingga sebagian dari mereka tidak punya ruh, tidak punya jiwa dan kurang punya semangat dalam menjalaninya. Berbeda dengan sekarang, dimana luluan SMA banyak yang imgin menjadi guru karena menjanjikan dari sisi kesejahteraan. Profesi guru sekarang menjadi favorit, ujarnya.
Namun, lanjutnya, dari perubahan raw input itu, baru bisa dinikmati dua atau tiga tahun mendatang dengan munculnya guru yang disebut generasi baru. Sekarang sebenarnya sudah ada, misalnya munculnya guru garis depan dengan SM-3T (Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal, red), pungkasnya.