Menurut Sulistiyo, penafsiran itu sebenarnya untuk menutupi kegagalannya sehingga seolah-olah Kemdikbud sukses besar. Pasal 82 Ayat (2) mengatur bahwa guru yang belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini wajib memenuhi kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik paling lama 10 tahun sejak berlakunya Undang-Undang.
“Tentu yang dimaksud oleh UU adalah semua guru, dalam selama 10 tahun, yaitu sampai tahun 2015 mestinya seluruh guru sudah berkualifikasi S1 atau D4 serta sudah bersertifikat pendidik," kata Sulistiyo.
Dia juga menjelaskan, pada Pasal 13 Ayat (1) disebutkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
“Itu juga jelas bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggarannya. Namun, pada kenyataanya banyak daerah yang tidak menyediakan anggaran dan juga pemerintah pusat tidak mampu menyerap anggaran dengan baik,” ujar Sulistiyo. Sementara, menurutnya, untuk masalah guru dalam jabatan telah tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Ayat (9) yang menyatakan guru dalam jabatan adalah guru yang sudah mengajar.
“Jadi jika setelah tahun 2005 pemerintah dan pemerintah daerah mengangkat guru yang belum S1 atau D4 dan belum bersertifikat pendidik ya, wajib ditingkatkan kualifikasi pendidikannya dan disertifikat pendidik, semua guru termasuk yang non-PNS,“ tuturnya.
Sulistiyo menegaskan, tidak ada dasar yang kuat jika Kemdikbud menyatakan wajib disertifikasi hanya guru yang diangkat sebelum tahun 2006. Semua penafsiran adalah akal-akalan agar seolah-olah Kemdikbud sukses besar melaksanakan UUGD. Sulistiyo menyayangkan, ketidakterus terangan dari Kemdikbud untuk mengakui jika belum berhasil karena masalah anggaran yang terbatas. Namun pada kenyataan, Kemdikbud lebih melimpahkan kesalahan pada pemerintah daerah dan satuan pendidikan yang mengangkat guru setelah tahun 2005 yang tidak memenuhi syarat.
Sulistiyo kembali menegaskan, perlu diluruskan mengapa pemerintah daerah atau satuan pendidikan mengangkat guru. Jika guru PNS yang diangkat tentu sesuai dengan aturan, tetapi jika ada satuan pendidikan atau komite sekolah mengangkat guru, tentu karena pemerintah dan atau pemerintah daerah tidak melakukan pembiaran terhadap kekurangan guru di berbagai sekolah. Maka terpaksalah sekolah mengangkat guru honorer, agar sekolah bisa berjalan.
“Jika tidak mengangkat siapa yang mengajar. Orang Kemdikbud hanya bisa menyalahkan, karena ndak paham kondisi kekurangan guru di lapangan,” ujarnya. Sulistiyo juga menjelaskan, alasan daerah atau satuan pendidikan tidak mengangkat guru yang S1 atau D4 dan sudah tersertifikasi karena pemerintah juga tidak mampu mendidik calon guru dalam Program Pendidikan Guru (PPG) sesuai amanat UUGD dalam memenuhi kebutuhan guru.