Sejak awal kemerdekaan Ujian sekolah telah dilaksanakan dengan berbagai ragam model. Berikut model model Ujian Sekolah / Ujian Nasional yang pernah ada di Indonesia dirangkum dari situs bbc.com.
1945-1971: Ujian Negara
Standar kelulusan sangat tinggi karena
disesuaikan dengan kualitas pendidikan negara maju. Karena fasilitas
pendidikan masih sangat terbatas, hanya siswa yang sangat pandai dan
memiliki latar belakang pendidikan memadai yang berhasil lulus. Kualitas
lulusannya juga diakui di luar negeri dan dipakai sebagai baku mutu
pendidikan nasional.
1972-1992: Ujian Akhir Sekolah
Dilatari oleh tingginya standar kelulusan Ujian
negara sehingga banyak sekolah lanjutan kosong karena siswa sulit lulus
dari tingkat pendidikan sebelumnya. Model baru Ujian Sekolah dibuat
untuk mendongkrak angka partisipasi pendidikan. Sekolah diberi
kewenangan besar untuk menentukan standar kelulusan siswa dan akibatnya
selama hampir 20 tahun berikutnya jarang ada siswa tidak lulus karena
sekolah hampir selalu meluluskan muridnya 100 persen, bagaimanapun
kemampuan siswanya. Akibat lainnya: tidak ada standar kualitas
pendidikan antara satu dan lain sekolah.
1992-2002: Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas)
Ebtanas menggabungkan Ujian Negara dengan Ujian
Sekolah. Beberapa mata pelajaran terpenting (Bahasa Indonesia, PMP,
Matematika, Bahasa Inggris, IPA dan IPS) diujikan secara nasional dan
oleh sekolah. Tujuannya antara lain untuk mendapatkan standar mutu
pendidikan yang seragam di berbagai daerah. Tetapi standar kelulusan
tetap dibuat sekolah tempat hasil ujian baik nasional maupun lokal,
dihitung menggunakan rumus tertentu untuk menentukan kelulusan. Karena
soal ujian nasional menggunakan standar jauh lebih tinggi maka hampir
selalu Nilai Ebtanas Murni (NEM) lebih rendah dari nilai ujian sekolah.
Akibatnya untuk tetap meluluskan siswa, sekolah banyak memakai praktek
'katrol' nilai.
2003-sekarang: Ujian Akhir Nasional (kini Ujian Nasional)
Mirip dengan pola Ebtanas, namun dengan sistem
kontrol yang lebih ketat. Siswa hanya dinyatakan lulus bila nilai UN
mencapai rata-rata minimal. Mata pelajaran tertentu dinilai negara,
sebagian lain dinilai sekolah sepenuhnya. Saat dimulai, nilai standar
kelulusan yang diterapkan hanya 3, dengan pedoman pada nilai rata-rata
Ebtanas sebelumnya yang hanya tiga. Kini nilai minimla yang berlaku
adalah rata-rata 5,5 di mana siswa masih dibolehkan lulus bila ada mata
pelajaran bernilai 4, asalkan rata-ratanya tetap 5,5