Report Abuse

Blog berisi kumpulan produk hukum Indonesia.

Surat Perjanjian Konyol, Hehehe


Beberapa saat yang lalu saat membuka facebook, admin menemukan sebuah foto atau gambar berupa sebuah format surat perjanjian antara pihak sekolah dengan calon siswa, serta turut akan ditandatangani orangtua siswa. Sekilas sepertinya isinya bagus, apalagi jika dihubungkan isu yang lagi hangat saat ini yakni seputar "kriminalisasi guru". Namun silakan cermati lagi isi poin per poin.

Surat Perjanjian Koplak
Baik barangkali akan kami jabarkan poin aneh yang sangat tak pantas surat perjanjian ini dibuat oleh sekolah.

SURAT PERJANJIAN
Semua calon siswa baru yang akan mendaftar .......
Tidak akan menuntut sekolah apabila:
1. Dicubit sampai merah biru karena terlambat
2. Dipotong rambut karena gondrong.
3. Dijemur di lapangan karena tidak mengerjakan tugas.
4. Disuruh push up karena berisik di kelas. 
5. Di jewer karena berpakaian tidak rapi.
6. dan bla bla bla.

Kok tega ya mencubit siswa cuma karena terlambat, kok tega menyuruh push up karena berisik di kelas? Menjemur siswa gara2 tdk mengerjakan tugas. Dijewer karena berpakaian tidak rapi (tidak rapi seperti apa juga gak jelas) Apakah tidak ada alternatif hukuman atau sanksi yang lebih manusiawi, selain memakai tindak kekerasan seperti di atas.

Beberapa alasan, yang menurut pemahaman saya, surat perjanjian seperti di atas diterapkan di sekolah:

Pertama, wajar sekolah membuat surat perjanjian siswa dan orangtua siswa apalagi dengan maraknya kasus kriminalisasi guru, namun jika membuat dengan format kata-kata seperti surat di atas, alangkah bodohnya pihak sekolah, sebuah langkah mundur bagi dunia pendidikan. Sekolah bukannya akan menjadi tempat yang aman, malah seolah-olah menjadi ancaman.

Kedua, dari surat perjanjian di atas, sepertinya SEKOLAH tersebut tidak memiliki Tata Tertib Sekolah yang jelas. Padahal jika memang sekolah merujuk Tata Tertib Sekolah,  maka sudah jelas aturan sekolah untuk siswa, beserta sanksi yang akan diberikan jika melanggar aturan. Jika belum ada aturan Tata Tertib Sekolah, bisa dibuat kemudian di sosialisasikan kepada orangtua siswa.

Ketiga; Sudah bukan jamannya lagi, kekerasan fisik sebagai sebuah solusi atau sanksi bagi siswa. Masih banyak alternatif hukuman bagi siswa yang melanggar aturan sekolah, seperti menyikat WC, memungut sampah, membuat tugas tambahan.

Dengan membuat Surat Perjanjian seperti di atas, pihak sekolah sepertinya "menyerah sebelum bertarung". Menunjukkan ketidakmampuan guru di sekolah dalam mendidik siswa. Ketakutan berlebihan kepada orangtua siswa. Padahal kasus-kasus "kriminalisasi guru" paling 1-2 di tiap daerah. Pernahkah 5 -10 kejadian di satu sekolah dalam 1 tahun pembelajaran?


Untuk apa kuliah keguruan 4,5 - 5 tahun, jika jalan yang digunakan adalah kekerasan fisik untuk sanksi kepada anak?

Permasalahan paling mendasar orangtua siswa dengan guru/sekolah adalah masalah komunikasi. Nah jika guru atau sekolah rajin dan bagus dan menjalin komunikasi dengan orangtua siswa, permasalahan siswa akan mudah diselesaikan tanpa kekerasan. Namun jika komunikasi antara guru dgn ortu siswa buruk. Yaaa Sulit.

Surat perjanjian seharusnya mengikat kedua belah, bukan memaksakan kehendak satu pihak kepada pihak lain. Kalo seperti diatas itu namanya SURAT PEMAKSAAN.


Okey.... . Selamat berbuka puasa. Kendalikan emosi, jangan mudah terprovokasi. 

Related Posts