Muncul keprihatinan melihat pergaulan pelajar. Kerapkali remaja yang berada di sebuah forum, tanpa berkomunikasi satu sama lain. Mereka lebih memilih sibuk dengan smartphone. Remaja sekarang ini asyik dengan dunianya sendiri. Populer, gaul, modis, dan diakui oleh teman-teman adalah keinginan pelajar sekarang. Calon guru harus bisa melakukan transformasi dunia pendidikan.
Pendidikan sekarang perlu revolusi strategi pembelajaran supaya para pelajar semakin cerdas dan tidak hanya bisa memanfaatkan kecanggihan teknologi dari negara lain, melainkan melahirkan generasi yang bisa menciptakan teknologi yang baru. Dalam dunia pendidikan, pembelajaran bukan sekadar lulus ujian. Bukan hanya tentang apa yang mereka ketahui ketika mereka lulus, tetapi pembelajaran harus dicintai dan tertanam dalam diri siswa seumur hidup.
Guru harus bisa mempersiapkan dan menerapkan strategi pembelajaran yang tepat bagi siswa. Siswa dituntut gemar membaca dan menulis. Dengan begitu siswa akan terbiasa mencari informasi yang berguna bagi masa depannya.
Kurangi Metode Ceramah
Revolusi strategi pengajaran yang harus diubah guru adalah, kurangi metode ceramah, karena siswa cepat merasa bosan dengan metode ini, bahkan sering tertidur saat guru berceramah.Siswa dituntut aktif dalam berpendapat, supaya mereka terbiasa aktif pada saat proses pembelajaran. Manfaatkan informasi dari tekologi digital sebaik mungkin. Banyak sumber belajar yang mudah didapatkan dari internet.
Revolusi berikutnya, biasakan siswa untuk berkolaborasi dalam mendiskusikan permasalahan. Siswa akan lebih mengerti jika belajar dengan temannya dibandingkan dengan guru.
Guru harus mampu mengubah kondisi belajar-mengajar dan menguasai pengelolaan kelas serta menerapkan sistem pembelajaran kelompok. Pengajaran akan semakin berhasil jika sudah memenuhi tingkat taxonomy bloom.
Generasi penerus bangsa ada di tangan guru. Apakah kita sebagai calon guru harus diam saja? Mari lakukan revolusi strategi pembelajaran, untuk mencerdaskan anak bangsa dan mewujudkan mimpi Indonesia.
Theresia Maya Vita Sari, mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Sanata Dharma Yogyakarta