ACDP: Rasio Guru dan Murid di Indonesia Timpang
Berdasarkan data Analytical and Capacity Development Partnership (ACDP) , rasio perbandingan antara guru dan murid di Indonesia adalah yang terendah di dunia. Hal itu dipengaruhi perekrutan guru yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan melampaui jumlah pendaftaran murid di segala tingkat pendidikan.
Menurut Anggota ACDP, Sari Soegondo, perbandingan tersebut menghasilkan rasio murid-guru 20:1, namun, 10 tahun terakhir ini mengalami peningkatan menjadi 51 persen, sehingga rasionya 15:1 dan menjadi rasio perbandingan guru terendah di dunia. Sedangkan data UNESCO 2014 menetapkan perbandingan 26:1 untuk negara-negara Asia, dan 24:1 untuk negara-negara yang berpenghasilan menengah.
guru siswa |
"Sekolah di daerah -daerah pedesaan memiliki rasio perbandingan rendah. Hal ini membuktikan tidak efektifnya penempatan tenaga kerja guru," ujar Sari pada Sesi Diskusi Media tentang Manajemen Guru, yang dihadiri oleh Kepala Pusat penelitan Kebijakan Paramadina yang juga anggota ACDP, Totok Amin Soefijanto, Kepala Sub Bidang Pendidikan Tinggi Badan Pembangunan nasional (Kasubdit Bapenas) Amich Alhuman, dan Ketua Yayasan Cahaya, Henny Supolo di Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Rabu, (13/5)
Menurut Sari, ACDP memberikan opsi kebijakan untuk menghapuskan peraturan mewajibkan tersedianya minimum sembilan guru di setiap sekolah dasar dan membangun kemampuan guru untuk mengajar multi-jenjang dalam ruang kelas yang sama serta melatih kepala sekolah untuk dapat menangani para staf, khususnya guru secara efektif dan efisien dalam sekolah-sekolah dengan siswa dalam jumlah kecil.
Sementara, menurut Kepala Sub Bidang Pendidikan Tinggi Badan Pembangunan nasional (Kasubdit Bapenas) Amich Alhumani, Indonesia memiliki rasio perbandingan guru-murid terendah dunia karena adanya sekolah- sekolah kecil di daerah pendesaan dengan jumlah murid kurang dari 100 orang sehingga hal tersebut tidak efektif jika menempatkan guru sesuai aturan sembilan orang per sekolah, karena masih-masing guru hanya membimbing 1:10 murid.
Amich mengemukakan opsi untuk penggabungan sekolah-sekolah kecil di desa maupun kota, untuk meningkatkan skala ekonomi dari penempatan staf pengajar sehingga adanya pengurangan biaya operasional.
Hal lain yang ungkapkan Amich adalah pengembangan kapasitas dan analisis pendidikan Indonesia harus sesuai kebutuhan masing- masing fungsi dengan memastikan proses pembelajaran berkualitas untuk menjamin kualitas.
Ia mengharapkan ke depan, proses seleksi perekrutan guru ditingkatkan, layaknya jurusan Kedokteran atau teknik yang pada tahap menargetkan nilai maksimal 97 untuk jurusan unggulan. Hal tersebut, dapat dicontohkan oleh sekolah guru agar menghasilkan guru dari lulusan terbaik yang berperstasi.
Amich menilai, secara otomatis akan menggangkat mutu guru dan berpengaruh pada mutu pendidikan. Namun, yang terjadi selama ini, banyak lulusan yang tidak berkompeten yang direkrut oleh daerah untuk mengisi kesenjangan guru akibat distribusi guru yang tidak merata.
"Melibatkan lulusan terbaik yang disaring untuk menjadi guru, harus mencontohkan universitas unggulan seperti Universitas Indonesia yang selalu melakukan seleksi dengan target nilai minimun 97 untuk jurusan kedokteran, target seperti itu, dapat dimulai untuk sekolah keguruan seperti Univeritas Pendidikan Indonesia (UPI) dengan memasang standar 95,"ujar Amich.
Selain untuk univeritas, Amich mengatakan, Lembaga Pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) agar lebih memperketat lagi proses seleksi awal merekrut siswa sehingga bukan hanya sekedar merekrut. Namun, dapat melahirkan guru yang berprestasi untuk ditempatkan di daerah 3T seperti terluar, terdepan, dan tertinggal yang telah dididik kesiapannya. Setelah lulus mereka akan dikirim ke daerah T3 untuk mengabdi selama satu tahun.
"Para guru tersebut, akan mendapat beasiswa pendidikan profesi guru. Segala proses pembiayaan ditanggung pemerintah, dan mereka berhak mendapatkan sertifikasi untuk meningkatkan minat mengajar daerah terpencil,"ujar Amich.
Ia juga menyarankan, kedepannya agar pendistribusian guru merata, harus ada kebijakan kebijakan pengalokasian guru sesuai dengan perbandingan guru-murid. Terjadinya, kelebihan guru diakibatkan oleh kelebihan suplai atau pendistribusian guru yang tidak merata