Menanggapi beragam pendapat yang menolak FDS ini, Mendikbud Muhajir pun angkat bicara. Menurutnya Full Day School ini tidak berarti peserta didik belajar seharian penuh di sekolah, tetapi memastikan bahwa peserta didik dapat mengikuti kegiatan-kegiatan penanaman pendidikan karakter, seperti mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.
Pendidikan karakter dalam FDS ini merupakan arahan dari Presiden Jokowi bahwa kondisi ideal pendidikan di Indonesia adalah terpenuhinya peserta didik pada jenjang Sekolah Dasar (SD) mendapatkan pendidikan karakter 80% dan pengetahuan umum 20 %. Sedangkan pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) terpenuhi 60% pendidikan karakter dan 40% pengetahuan umum.
Muhadjir mengatakan kementeriannya akan memastikan pentingnya memperkuat pendidikan karakter peserta didik menjadi rujukan dalam menentukan sistem belajar mengajar di sekolah. Maka, untuk memenuhi pendidikan karakter di sekolah akan mengkaji kemungkinan penerapan sistem belajar mengajar dengan Full Day School.
Dijelaskan dia, pihaknya akan mengkaji masukan-masukan dari masyarakat, termasuk kondisi sosial dan geografis mana saja yang memungkinkan sistem belajar tersebut diterapkan. Misalnya di daerah mana saja yang orangtuanya sibuk, sehingga tidak punya banyak waktu di rumah.
Lingkungan sekolah, kata Muhadjir, harus memiliki suasana yang menyenangkan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran formal sampai dengan setengah hari, selanjutnya dapat diisi dengan ekstrakurikuler.
”Usai belajar setengah hari hendaknya para peserta didik tidak langsung pulang ke rumah, namun dapat mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang menyenangkan, dan membentuk karakter, kepribadian, serta mengembangkan potensi mereka,” kata Mendikbud.
Ketua Dewan Pembina Komisi Nasional Perlindungan Anak Seto Mulyadi atau akrab disapa Kak Seto mengatakan rencana penerapan Full Day School (FDS) bagi para pelajar SD dan SMP perlu ditinjau kembali.
“Saya memohon gagasan ini dikonsultasikan dan dibicarakan lagi,” kata Seto kepada Tempo saat dihubungi, Senin, 8 Agustus 2016.
Seto mengatakan ada sejumlah hal yang harus disiapkan sebelum FDS diterapkan. Misalnya kemampuan guru menciptakan suasana belajar yang interaktif, sehingga anak-anak peserta didik tak mengalami kejenuhan.
Dari segi pendidikan anak, kata Seto, konsep FDS ini dianggap sangat tak efektif karena guru yang bisa mengajar secara interaktif di kelas sangat sedikit. Padahal peran guru ini penting agar anak-anak memiliki motivasi dari dalam diri untuk belajar di sekolah. “Bukan kalau guru bilang ada rapat, siswa malah senang.”
Konsep Full Day School ini, kata dia, jangan sampai menggantikan peran pendidikan dari orang tua kepada anaknya. Peran pendidikan keluarga juga masih sangat penting bagi anak sehingga para orang tua perlu diberdayakan untuk melakukannya. “Orang tua yang dua-duanya bekerja memang ada, tapi yang banyak, kan, ayah saja, masih ada ibu di rumah.”
Seto memandang tanggung jawab mendidik anak-anak bukan hanya urusan sekolah karena sekolah hanya mendidik anak-anak secara akademis. Hal yang perlu dipikirkan adalah memberdayakan pendidikan nonformal agar anak-anak bisa belajar hal lain. “Belajar tentang kehidupan, seperti bertani dan lain-lain.”
Bagi Seto, pendidikan semacam ini juga diperlukan untuk anak-anak karena bisa mempersiapkan anak-anak sebelum mereka terjun ke masyarakat. “Intinya, hal ini harus dipertimbangkan lagi.”
Rencana penerapan sistem Full Day School bagi murid di SD dan SMP, baik negeri maupun swasta, dilontarkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy. Alasannya, agar anak-anak tetap diawasi selama orang tua mereka bekerja.