Penetapan delapan isu tersebut dirumuskan melalui diskusi yang alot tim akademik moderasi agama. Yang menarik adalah bahwa salah satu pertimbangannya merujuk kepada tiga kategori pemikiran Paulo Freire tentang kategorisasi pemikiran manusia, yakni konservatif-tradisional, liberal dan sosial kritis.
Untuk masyarakat pola pikirnya konservatif-tradisional, maka treatment yang bisa ditawarkan adalah mengembangkan pola pikir rasional dengan jalan sering mendialogkan pemikirannya. "Pendekatan dialog inilah yang akan ditempuh kita," tegas Anis Masykhur, "korlap" instruktur kebangsaan.
Hal senada juga disampaikan oleh M. Maksum, Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, bahwa penguatan pemahaman moderasi agama ini perlu diperkenalkan kajian perbandingan pemahaman keagamaan (baca: fiqh). "Bagaimana kita bisa mendesain fiqh perbandingan ini dalam materi yang singkat dan menarik," terang Maksum menjelaskan.
Sebenarnya penetapan delapan term tersebut merujuk kepada hasil kajian lembaga-lembaga Islam yang concern dalam bidang diseminasi moderasi agama, seperti Lakspesdam NU, PPIM UIN Syarif Hidayatullah dan The Wahid Foundation.
Hasil kajian-kajian delapan terma ini harus diketahui masyarakat luas. Hal itu disampaikan oleh Muhtadin, penanggungjawab publikasi produk moderasi agama Kementerian Agama. Muhtadin menginginkan agar proses diseminasi moderasi agama dilakukan secara massif melalui media-media yang mudah dijangkau dan media yang sering diakses. "Media sosial menjadi pintu diseminasi tersebut dan dimanfaatkan dengan baik," ujarnya berargumen. Arus informasi melalui medsos ini mengalir secara liar dan harus ada informasi penyeimbang. pendis.kemenag.go.id