Report Abuse

Blog berisi kumpulan produk hukum Indonesia.

Jam Kerja Guru Beda Dengan Pegawai Struktural


Pemerintah dalam hal ini Dirjen GTK telah menyebutkan akan menetapkan kebijakan guru harus bekerja delapan jam perhari atau 40 jam perminggu. Sejauh ini, guru mengajar 24 jam perminggu. Menyikapi kebijakan ini, Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti, mengatakan, secara esensi ada perbedaan mendasar antara pegawai struktural (administratif) dengan fungsional seperti guru, dokter dan petugas pemadam kebakaran.
Retno Listiarti

"Kemdikbud mau jadikan guru pegawai struktural bukan fungsional. Guru bekerja justru tanpa batasan jam. Misalnya, buat soal dan koreksi pekerjaan siswa, bisa dilakukan kapan saja termasuk di rumah, di luar jam kerja. Di rumah juga masih harus menerima telepon orangtua yang tanya atau curhat tentang anaknya, atau anak yang konsultasi dengan gurunya terkait tugas dan lomba, dan hal lainnya. Guru menghadapi manusia, bukan dokumen seperti pegawai struktural sehingga tidak bisa dipatok jam seperti ini," kata Retno kepada SP, Minggu (24/10).

Menurut Retno, dengan peraturan tersebut, akan semakin hancur pendidikan Indonesia. Sebab selama ini, pegawai struktural yang bekerja 8 jam per hari atau 37.5 jam perminggu, tidak terjadi pada praktiknya. Pegawai struktural tidak bekerja 480 menit. Mereka hanya efektif bekerja 300-330 menit per hari karena ada ishoma (istirahat salat makan).

Dijelaskan Retno, jika terjadi pada guru, misalnya guru SMA harus mengajar delapan jam perhari atau empat kelas, bagi yang mata pelajarannya dua jam per minggu, akan menjadi 8x45 menit atau sama dengan 360 menit.

"Ini melampaui jam efektif pegawai struktural. Itu pun hanya tatap muka di kelas, belum koreksi tugas atau ulangan, membuat soal, mendampingi konsultasi siswa untuk lomba, tugas atau proyek kelompok maupun individu, dan lain-lain. Jadi sebenarnya tidak tepat meminta guru bekerja delapan jam sehari seperti pegawai struktural dan tidak membawa pekerjaan di rumah. Saya mengajar 13 kelas dengan jumlah murid hampir 500 orang kan tidak mungkin tidak membawa koreksian di rumah," kata Retno yang juga guru di SMAN 13 Jakarta ini.

Menurut dia, kebijakan ini nampaknya ingin memuluskan konsep Full Day School (FDS) yang masih menuai pro dan kontra, dengan mengorbankan guru. Pasalnya, guru akan kelelahan dan bisa tidak maksimal melayani peserta didik.

Related Posts